Langsung ke konten utama

Laskar Pelangi

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Tiga bulan dan kurang dari 200 halaman, dari 494 halaman, novel Laskar Pelangi yang sanggup gue baca. Itu masih ditambah intermezzo dua novel dengan ketebalan “lumayan” yang gue tuntaskan duluan. Tapi setelah menonton filmnya di bioskop pada hari libur Lebaran itu, gue berhasil menuntaskan novelnya dalam tempo kurang dari 24 jam!

Dahsyat juga kekuatan filmnya. Sedahsyat antusiasme orang2 yang membuat kaki ini lemas mengantri tiket pukul 2.30 siang untuk menonton pertunjukan pukul 7.45 malam! Tapi tak apalah, ‘coz this movie is a must seen one!

Seperti novelnya, film besutan sutradara Riri Riza itu bercerita tentang anak2 melayu Belitong yang bersekolah di sekolah reyot bernama SD Muhammadiyah era 1970-an. 10 anak2 itu datang dari latar belakang keluarga serupa (baca: miskin), namun karakter yang berbeda-beda. Laskar Pelangi sendiri sebutan buat anak2 itu dari guru mereka, Bu Mus, karena kecintaan mereka pada fenomena alam yang bernama pelangi.

Ada Lintang, si super jenius anak nelayan daerah pesisir yang setiap harinya harus mengayuh sepeda sejauh kiloan meter hanya untuk sekolah. Ada Mahar –favorit gue—si nyentrik sekaligus seniman cilik yang luar biasa. Lalu tentu saja ada Ikal, tokoh utama yang divisualisasikan sebagai si kurus yang melankolis.

Di bawah bimbingan guru-guru mereka yakni Bu Mus dan Pak Harfan, Laskar Pelangi belajar dan menjalani hari2nya di sekolah sederhana namun menyimpan banyak cerita yang membuat gue rindu kembali ke jaman sekolah dasar dulu.

Seperti gue bilang, sebelum nonton filmnya gue sempat terbosan2 membaca lembar demi lembar novelnya. Entahlah, gue nggak menikmati deskripsi berlebihan sang penulis, Andrea Hirata. Di sinilah filmnya memiliki nilai lebih.

Walau, setelah gue tuntaskan novelnya, cukup banyak cerita yang dipangkas, tokoh2 baru yang nggak ada di novel, bagian2 yang tidak sama, visual yang tidak sesuai dengan deskripsi namun menurut gue filmnya PAS –nggak berlebihan dan tetap bercerita dengan semangat yang sama dengan novelnya. Indahnya masa kecil dan realitas dunia pendidikan di Indonesia bikin ceritanya sanggup dicerna otak ini dengan gampang.

Tapi tentu saja pendapat di atas cuma opini gue. Sebab film tersebut tidak memuaskan, contoh, teman gue sesama penonton yang sudah terlanjur mencintai novelnya. Selalu ada pro dan kontra dari pembaca setia. Kayaknya hakikat film adaptasi memang seperti itu. Tengok saja kasus Harry Potter atau, film2 yang terakhir gue tonton di stasiun televisi swasta tempo hari, Ayat-Ayat Cinta dan Cintapuccino. Memang imajinasi tidak cukup dipuaskan dengan visual semata.

Duh, ngomong apa sih gue barusan, tonton aja deh filmnya! :)

Komentar

  1. lom baca novelnya...dan amat sangat menikmati filmnya...

    BalasHapus
  2. udah baca novelnya dan udah nonton filmnya (gue beli dari calo neh tiketnya...hebat ga tuh felem) dan keduanya memuaskan. Menurut gue emang ga bisa novel ketika jadi film akan 100% plek pasti ada yang hilang dan tambah asal substansi tetap ada...ga masalah.

    BalasHapus
  3. ^^hah ada calo tiketnya??! gila bnerr....

    BalasHapus
  4. Blom baca novelnya,and blom nonton pelemnya..hati gw msh blom tergerak tuk baca and nonton..(:getok: ,gaya bener bahasa gw,heuheu)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batik Is All Around

Hari Jum'at ini nggak biasa bagi beberapa orang teman gue. Dan semua berhubungan dengan batik. Kemarin malam, seorang teman bela-belain minjem baju batik ke teman yang lain karena batik miliknya sobek. Padahal dari hari sebelumnya batik itu disiapkan untuk hari ini. Yang lain, berusaha matching dengan batik motif Pekalongannya dengan memakai boxer bercorak batik! (no kidding :p) Yang lain, ada yang pasang status YM "silahkan masuk, pengantennya di dalem". Alasannya nggak lain karena seisi ruangan seakan kompak berbatik rapi seperti orang mau kondangan :D. Tadi pagi, seseorang SMS gue dan mengingatkan "jangan lupa pakai batik ya hari ini." Ada banyak teman gue hari ini yang rela berbatik walau biasanya paling enggan berbaju rapi. Demi hari ini, banyak yang rela menanggalkan pakaian kebesarannya ke kantor (baca: jeans dan t-shirt). Ada apa sih? Nggak lain karena hari ini, 2 Oktober 2009, batik akan dikukuhkan sebagai warisan budaya asal Indonesia. Sebelumnya, Pres...

Football (Was) Fun

Lagi pengen mengingat-ingat nih... 1. Ingat-ingat pertama kali menyukai sepakbola.. dulu.. kelas dua smp.. pas piala dunia 1994 di Amrik.. gara-gara nitya.. temen gue yang paling tomboy.. promosinya gini: "nonton bola deh, itali, pemainnya cakep-cakep!" hahaha that final words was the key words.. and it works.. the first time i saw it, im lovin it instantly.. mau tau my first love? pemain itali nomor 8 bernama dino baggio! whoaa.. gara-gara diye hampir tiap akhir pekan gue mantengin sepakbola.. yang ditonton? apalagi kalau bukan liga italia di rcti.. yang dibela? apalagi kalo bukan AC Parma.. masih gara-gara piala dunia, gue mantengin yang namanya liga champions di tahun berikutnya... gak semaniak liga italia sih karena yang main kan klub dari macem2 negara (yang gak semua pemainnya ganteng2 hehehe).. meski gak terlalu menikmati toh gue ngikutin sampe final karena AC Milan nyampe ke partai puncak itu.. 2. nah untuk pertama kalinya sepakbola mbikin perasaan gue gak kar...

Beri Gue Spoilers

Kalau merhatiin aktivitas mp-ers di multiply akhir-akhir ini, banyak deh judul yang menyertakan kata (benda, ya?) spoiler. Maklum, buku ketujuh Harry Potter yang memang buanyak sekali penggemarnya baru Sabtu lalu dilempar ke pasar. Tapi ini bukan mau ngomongin Harpot, tapi soal spoiler dan no-spoiler. Dulu, gue bingung dengan maksud kata itu. Apalagi kalau ada kalimat: Warning! contain spoilers! Emang ada apa dengan spoiler? Setelah membaca-baca banyak review orang, akhirnya taulah gue binatang apa itu spoiler. Ternyata banyak orang yang sebel bin keki kalau membaca review yang di dalemnya ada unsur membocorkan cerita. Tapi kalau gue sih nggak termasuk, karena gue malah selalu menantikan spoiler2 itu! Iya, kalau baca buku kadang sering gue langsung baca bab terakhir supaya tahu saja akhir ceritanya kayak apa. Kalau nonton film, gue hampir selalu baca review-nya dulu (yang ada spoilers-nya lebih baik) atau kalau enggak tanya sama yang udah nonton film yang mau gue tonton. Pokok...