Langsung ke konten utama

A Thin Line Between Love And Hate

Sehari setelah kemenangan Italia atas Australia di babak 16 besar Piala Dunia 2006, 'Kompas' tanggal 29 Juni nurunin artikel menarik soal Fabio Grosso. Grosso ini kunci kemenangan Italia waktu lawan Australia. Gara-gara 'diving'-nya wasit ngasih penalti pas waktu menunjukkan detik-detik akhir babak normal. Dan gol penalti yang dieksekusi Francesco Totti itu menjadi hasil akhir pertandingan.

Kata Trias Kuncahyono dalam
Pendosa Kecil dari Italia, Grosso tuh penipu ulung. Klubnya sendiri aja ngasih label buat dia jagoan free-kick dan diving dalam situs resmi Palermo. Tapi karena dia orang Italia, gak bakal ada orang sana yang bilang dia penipu.

"Diving adalah salah satu cara untuk menang. Toh, seperti dikatakan (eks PM Giulio) Andreotti, di Italia tidak ada malaikat atau setan, yang ada hanyalah pendosa kecil. Dosa kecil tidak melemparkan orang ke neraka, kalau segera bertobat."

Sebelumnya tulisan ini secara pintar juga melukiskan betapa melanggar peraturan entah itu diving di sepakbola atau kegiatan mafia adalah perkara biasa banget buat orang Italia.

"Martin Clark dalam bukunya, Modern Italy 1871-1995, menulis, "Di negeri ini (Italia) Anda tak akan dianggap apa-apa bila belum pernah berurusan dengan aparat penegak hukum. Di Italia, menjadi terdakwa itu rasanya mirip seperti menjadi anggota House of Lords kalau di Inggris". Sebuah kebanggaan."

Sebagai penggemar timnas Italia sejak lama, asli, gue agak kaget baca artikel itu. Apalagi pas bagian Grosso diakui sebagai jagoan diving sama Palermo. What d hell?! Apa-apaan sih ni?! Masa diving jadi ciri khas yang dibanggakan klub?!

Eeh, barusan gondok, barusan kaget, gue ketawa ngakak pas baca artikel di 'Kompas' tanggal 5 Juli. Yang bikin Trias lagi. Judulnya
Ketika Fabio Grosso Telah Bertobat. Alamaaak..... segala hujatan yang ditulisnya beberapa hari lalu berbalik jadi puja-puji setinggi langit setelah kemenangan Italia atas Jerman 2-0 di semifinal.

"Fabio Grosso, jagoan free-kick dan diving, itu telah "bertobat". Ia tidak perlu menjatuhkan diri dengan penuh kepura-puraan seperti ketika melawan Australia untuk dielu-elukan dunia. Pada menit ke-119, ia menghancurkan mimpi Jerman untuk menjadi juara dunia di kandangnya sendiri. Grosso "muncul laksana fajar merekah, indah bagaikan bulan purnama, bercahaya bagaikan surya, dahsyat seperti bala tentara dengan panji-panjinya. Ia begitu piawai menggunakan kaki kirinya meneruskan bola yang disodorkan Andrea Pirlo ke pojok kanan gawang Lehmann. Ia memang hebat. Sosok tubuhnya yang atletis memang tidak mencerminkan namanya, grosso (bahasa Italia) yang berarti gemuk, dalam arti melebihi ukuran normal, atau besar. Tetapi, golnya menjadi grosso, sangat besar artinya, bagi Italia..."

Tuh kan?! Betapa tipis beda benci dan cinta. Hanya dalam satu penampilan Italia akhirnya dapat respek dari orang yang bahkan pernah keki berat - kalau diliat dari tulisannya.

Tapi ngomong-ngomong soal respek, skuad Italia di Piala Dunia 2006 emang pantes diacungin dua jempol - empat jempol malah. 4 the first time since 12 years, gue ngeliat Italia demen main terbuka. Bayangin. Waktu lawan Jerman, Lippi bahkan masukin empat penyerang di babak perpanjangan waktu. Gila! Selama 12 tahun gak pernah-pernahnya gue ngliat ada pelatih Italia nglakuin tindakan berisiko kayak gitu.

Sebelumnya di babak 8 besar lawan Ukraina Italia terus menyerang meski sudah unggul 1-0 sejak menit keenam. Alhasil skor akhir pertandingan jadi 3-0! gue lupa kapan terakhir Italia menang dengan skor segede itu di turnamen besar.

Dan sekarang mereka udah sampe babak final. Will they complete their excellent performance with a trophy? Oh, how i wish they will!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Mantan Atlet

Kalau ngliat nasib mantan atlet di Indonesia, suka prihatin. Gimana nggak? Baca ini deh. Nasib Mantan Atlet Dahulu Jaya, Kini Merana Meliyanti Setyorini - detiksport Sukarna (Detiksport/Meliyanti) Jakarta - Wajar jika atlet tidak menjadi profesi yang populer di Indonesia. Bagaimana tidak jika profesi ini tidak menjanjikan masa depan yang cerah. Untung pemerintah sudah mulai peduli. Sukarna, Surya Lesmana, Budi Kurniawan dan Nico Thomas adalah para mantan atlet yang pernah berjaya di masa mudanya. Sukarna merupakan peraih medali perunggu cabang lempar lembing di Asian Games 1958 di Jepang. Surya Lesmana merupakan mantan pesepakbola top yang pernah wara-wiri di tim "Merah Putih" era 1963-1972. Prestasinya antara lain, juara Merdeka Games tahun 1968, Kings Cup di Bangkok tahun 1969 serta Lions Cup di Singapura pada tahun 1970. Budi Setiawan pun pernah mengharumkan bangsa di luar negeri. Dia tercatat sebagai juara dunia tae kwon ...

Capello

Dari banyak pelatih sepakbola ngetop di dunia ini, Fabio Capello mungkin layak disebut sosok yang paling kontroversial. Biar banyak menuai kecaman, dia tetaplah pelatih hebat dengan segudang prestasi

A Thousand Splendid Suns

Rating: ★★★★ Category: Books Genre: Literature & Fiction Author: Khaled Hosseini Membaca hobi yang cukup lama gue tinggalkan karena lebih sibuk menonton film. A Thousand Splendid Suns adalah novel tebal pertama yang bikin gue akan kembali betah “berteman” dengan buku. Novel ini sebagian besar mengambil setting di Kabul, ibukota Afghanistan yang pernah porak-poranda karena konflik berkepanjangan. Oleh seorang penyair Afghan, Kabul digambarkan begitu indah. “Siapapun tidak akan bisa menghitung bulan-bulan yang berpendar di atas atapnya, ataupun seribu mentari surga yang bersembunyi di balik dindingnya,” kata Saib-e-Tabrizi. Namun bagi Mariam dan Laila, Kabul tidak selalu seindah itu. Mariam adalah seorang perempuan yang dihasilkan dari hubungan terlarang. Tidak mendapatkan pengakuan dari ayah kandungnya dan menerima pelecehan dari ibu kandungnya, Mariam nyaris menjadi perempuan yang tak mengenal cinta tanpa pamrih. Laila sebaliknya. Dia adalah perempuan enerjik yang besar diantara or...