Langsung ke konten utama

Being a Gentleman: Is it Hard?

Kata tokoh Adam di film 'Blast from The Past', gentlemen adalah ‘orang-orang yang mampu membuat orang di sekitarnya nyaman’, Adam di film tersebut me-refer pernyataannya untuk seorang tokoh gay di film tersebut. Jadi, meski gay, ia pantas disebut gentlemen karena sikapnya yang begitu menyenangkan

Di kehidupan nyata, apalagi di Jakarta, cukup sulit menemukan gentlemen seperti definisi Adam. Contoh gampangnya kalau kita naik kendaraan umum saja. Nggak jarang di kendaraan umum gue ngliat betapa banyak banget orang (laki-laki, anak muda) yang sulit sekali memberikan tempat duduk untuk orang tua, ibu hamil, perempuan bawa anak, atau golongan lain yang semestinya dapat duduk. Tapi di suatu pagi gue menemukan seorang gentlemen dalam diri seorang ibu paruh baya.

Kopaja yang biasa gue tumpangi dari Cilandak ke kantor pagi itu cukup padat, but I’m lucky to find a gentlemen that offered me a seat. Beberapa meter kemudian si gentlemen itu kemudian dapat tempat duduk lagi, dan ia duduk, sebentar, sebelum seorang ibu paruh baya masuk dan ia kembali berdiri untuk memberi tempat.

Yang bikin gue tertegun, si ibu, yang baru berapa detik duduk itu, langsung berdiri lagi begitu dia ngliat ibu-ibu yang (kelihatannya) lebih tua dari dia masuk ke kopaja. “Duduk bu,” katanya. Geez, gue sebagai anak muda malu banget ngliatnya. Gue pikir dia nglakuin itu karena sudah mau turun, tapi ternyata sampai gue turun di depan kantor, she’s still standing there.

Kalau di atas kendaraan umum gue akui kadang-kadang saja gue bisa berlaku seperti si ibu paruh baya itu. Satu hari di MRT di S’pore gue bisa rela memberikan tempat buat rombongan ibu-ibu baru dateng, meski sudah dapat duduk setelah menghabiskan satu jam berdiri di atas MRT yang padat. Tetapi sekali waktu di kereta api Bangkok-Ayuthaya, gue sulit memberikan tempat buat pasangan kakek-nenek. 

Tapi pernah satu kali gue kecele. Maksud hati pengen ngasih tempat duduk buat seorang perempuan muda ‘hamil’ di PAC 76, dia malah nolak. “Nggak usah,” katanya ketus. “Saya nggak hamil, kok, duduk aja.” Lha, dikasih duduk malah tersinggung si mbak. Padahal mana gue tau kalo bodinya gemuk karena emang gemuk aja.

Kalau gitu, emang sulit ya jadi gentlemen? Waktu masih kuliah gue pernah ngobrol-ngobrol dengan seorang teman yang kebetulan menjadi penumpang tetapnya Debora. Ini jenis angkutan umum yang peminatnya buanyak banget. Dia bahkan rela nyamperin itu angkutan umum sampai ke terminal Depok demi dapat tempat duduk. Namun begitu dapat tempat dia malah sering ngrasa serba salah sepanjang jalan. Dia bilang pasti ada saja orang yang membuatnya ingin beranjak ngasih tempat. Temen gue bilang, ‘Dilema banget tuh, tapi gue dah capek-capek ke terminal,” katanya.

Ngasi tempat duduk di angkutan umum itu cuma sebuah contoh. Kalau mengacu pada definisi Adam saja, ada banyak banget hal yang bisa membuat kita jadi seperti itu. Menyebrangkan orang, mendahulukan orang lain, mengantarkan pulang sampai ke rumah, juga baru secuil contoh.

Menurut gue being a gentlemen is about paying attention to other people. Lagian di dunia ini mana ada orang yang nggak senang kalau diperhatikan dan dibuat nyaman, sih?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nasib Mantan Atlet

Kalau ngliat nasib mantan atlet di Indonesia, suka prihatin. Gimana nggak? Baca ini deh. Nasib Mantan Atlet Dahulu Jaya, Kini Merana Meliyanti Setyorini - detiksport Sukarna (Detiksport/Meliyanti) Jakarta - Wajar jika atlet tidak menjadi profesi yang populer di Indonesia. Bagaimana tidak jika profesi ini tidak menjanjikan masa depan yang cerah. Untung pemerintah sudah mulai peduli. Sukarna, Surya Lesmana, Budi Kurniawan dan Nico Thomas adalah para mantan atlet yang pernah berjaya di masa mudanya. Sukarna merupakan peraih medali perunggu cabang lempar lembing di Asian Games 1958 di Jepang. Surya Lesmana merupakan mantan pesepakbola top yang pernah wara-wiri di tim "Merah Putih" era 1963-1972. Prestasinya antara lain, juara Merdeka Games tahun 1968, Kings Cup di Bangkok tahun 1969 serta Lions Cup di Singapura pada tahun 1970. Budi Setiawan pun pernah mengharumkan bangsa di luar negeri. Dia tercatat sebagai juara dunia tae kwon ...

Capello

Dari banyak pelatih sepakbola ngetop di dunia ini, Fabio Capello mungkin layak disebut sosok yang paling kontroversial. Biar banyak menuai kecaman, dia tetaplah pelatih hebat dengan segudang prestasi

A Thousand Splendid Suns

Rating: ★★★★ Category: Books Genre: Literature & Fiction Author: Khaled Hosseini Membaca hobi yang cukup lama gue tinggalkan karena lebih sibuk menonton film. A Thousand Splendid Suns adalah novel tebal pertama yang bikin gue akan kembali betah “berteman” dengan buku. Novel ini sebagian besar mengambil setting di Kabul, ibukota Afghanistan yang pernah porak-poranda karena konflik berkepanjangan. Oleh seorang penyair Afghan, Kabul digambarkan begitu indah. “Siapapun tidak akan bisa menghitung bulan-bulan yang berpendar di atas atapnya, ataupun seribu mentari surga yang bersembunyi di balik dindingnya,” kata Saib-e-Tabrizi. Namun bagi Mariam dan Laila, Kabul tidak selalu seindah itu. Mariam adalah seorang perempuan yang dihasilkan dari hubungan terlarang. Tidak mendapatkan pengakuan dari ayah kandungnya dan menerima pelecehan dari ibu kandungnya, Mariam nyaris menjadi perempuan yang tak mengenal cinta tanpa pamrih. Laila sebaliknya. Dia adalah perempuan enerjik yang besar diantara or...