Search This Blog

Sunday, December 17, 2006

Benigni

Dari banyak sutradara film yang ada di dunia, Roberto Benigni adalah salah satu favorit gue. Kenapa? Karena film-filmnya karyanya selalu gue suka. Memang baru dua, tapi emang baru dua itu yang tayang di negeri ini.


Kenapa gue suka film-filmnya Benigni? Sebabnya banyak.


Pertama, karena film-filmnya selalu didasari atas realitas sejarah. Di film Life is Beautiful gue menyaksikan kegetiran yang harus dihadapi rakyat Italia utamanya keturunan Yahudi waktu negeri itu dikuasai oleh fasisme. Di film Tiger and The Snow gue disuguhkan dengan realita penderitaan yang dialami rakyat Irak gara-gara invasi AS. Negeri yang tadinya tentram dan gue yakin indah itu dalam sekejap menjadi neraka buat penghuninya. Oh, AS memang kejam.


Realitas sejarah yang digambarkan Benigni selalu yang tragis-tragis. Namun ia menggambarkannya secara humoris. Itu menjadi alasan kedua menyukai karya-karyanya Benigni.


Di Life is Beautiful, gue tertawa (sambil menangis di adegan tertentu) melihat usaha sang tokoh utama membuat anak lelakinya ‘betah’ di kamp konsentrasi NAZI dengan membuatnya layaknya sebuah permainan.  Di Tiger and The Snow, gue dibuat tertawa ngliat kegigihan (dan keberuntungan) sang tokoh utama sewaktu menyelamatkan nyawa perempuan yang dicintainya di daerah konflik seperti Irak.


Walau kental dengan humor, Benigni tidak pernah memaksakan filmnya berakhir happy. Itu yang membedakannya dengan kebanyakan film Hollywood yang didasari realitas sejarah juga.


Di Life is Beautiful, gue menangis sesenggukan melihat akhir tragis sang tokoh utama yang tewas di ujung senjata pengawas kamp konsentrasi. Padahal dia cuma sejengkal lagi dari akhir penderitaan di kamp konsentrasi.  Sementara Tiger and The Snow boleh dibilang berakhir happy. Tetapi tetap ada seorang tokoh sentral yang meninggal secara tragis: bunuh diri karena alasan yang sayangnya sungguh sangat nggak jelas dan menjadi handicap film ini.


Last but not least, alasan gue mencintai karya-karya Benigni adalah karena dia selalu menyinggung budaya Italia. Maklum, segala macam film mafia (yang buatan Hollywood sekalipun) aja gue doyan, gimana karya-karyanya Benigni yang dibikin dari perspektif orang Italia asli.


Apalagi dialognya bertutur dalam bahasa Italia. My confession: diantara banyak bahasa di dunia gue berambisi untuk mengerti bahasa ibunya Fabio Cannavaro. Yah, siapa tahu kalau ketemu Cannavaro suatu hari nanti bisa bilang ‘I love U’ yang dimengerti dia huehehehe.  

No comments:

Post a Comment