Search This Blog

Monday, October 29, 2007

Get Married

Rating:★★
Category:Movies
Genre: Comedy
Tadinya males bikin review film ini. Abis standar beth. Tapi berhubung temanya bikin gue gregetan, jadi gini aja, ya.

Secara tema, film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo ini mirip sama film yang rilis beberapa tahun lalu yang berjudul Pride and Prejudice. Ternyata, dari jaman kuda gigit besi ampe sekarang anak perempuan di seluruh dunia nasibnya sama, ya.

Kalo di PnP, orang tua Lizzie Bennet ngebet nikahin anaknya sama bangsawan tajir untuk nyelametin perekonomian keluarga, di Get Married ini Mae (gitu nama perempuan yang diperankan Nirina ini) dituntut untuk segera menikah atas nama "berkembang biak" dan "meneruskan warisan keluarga". Hhh....

Awalnya sih lucu2 aja, si ortu yang diperankan sama Jaja Miharja dan Meriam Bellina itu berhasil menemukan beberapa cowok yang masih lajang di kampungnya. Profesinya mulai PNS, wiraswasta (yang kata Mae semirip tukang ojek), sampe olahragawan (tukang pukul sih tepatnya).

Tapi filmnya berubah ke arah nggak lucu seiring dengan kehadiran seorang cowok tajir-sopan-menawan yang punya nama Randy. Walaupun harus gue akuin Randy sukses bikin mata ini betah ngliatin layar bioskop, tapi perpaduan antara akting dan perannya yang jadi prince charming tanpa cela yang bikin males.

Ngomongin penokohan lagi neh, gue kok nggak puas sama Aming, Ringgo, maupun Desta --yang jadi soul mate-nya Nirina di film ini. Gue ngliatnya, kok tanggung2 semua yak. Aming tanggung stress-nya, Desta tanggung jawa-nya, Ringgo? ceritanya petinju gagal, tapi kok loyo banget ye. Padahal di film yang judulnya Jomblo (gue kasi empat bintang tu film) Hanung sukses nyari aktor2 yang cocok buat meranin keempat tokoh utamanya.

Yang minus lagi, adegan tawurannya. Do'oh, film kok malah ngajarin orang untuk nyelesein masalah sepele dengan tawuran. Nggak bener banget. Belum selesai neh kekecewaannya karena ending-nya maksa. Masa sih kayak dongeng masa lalu. Mae nikah sama prince charming-nya and they live happily ever after.

Hhhh *menghela napas* capeee dheeee nonton film yang moral of the story-nya model begini lagi. Jadi pengen liat, film yang nyeritain anak laki-laki yang dituntut segera menikah sama orang tuanya. Kalau ada kasi tau gue yaaa.....

Saturday, October 27, 2007

Missed Call

Missed call... kalo kata handphone gue artinya panggilan tak terjawab

Missed call.. kalo kata temen gue artinya panggilan kangen (=miss call gitu ganti )

Jaman dulu, ada tuh temen gue yang doyaaaan banget missed call. Sangking seringnya, tiap kali ketemu, pasti selalu ada pertanyaan "Ngapain lo missed call tempo hari?", dan, nggak heran, kalo jawabannya antara tiga ini doang....

pertama, kangen (ini udah pasti bokis....)

kedua, ngecek SMS masuk apa enggak (logis, tetapi hanya kalo gak lama kemudian gue beneran terima SMS dari yang bersangkutan)

ketiga, iseng (jawaban yang selalu membuat gue aaaarghh *esmosi)

Untung, sekarang temen gue itu udah kembali ke jalan yang benar... tapi, eh, tapi, ternyata hari gini masih ada mahluk yang doyan missed call.

Hmm, enaknya diapain yaa?

Thursday, October 25, 2007

Sebuah Kata Bernama Takdir

Siang ini di kantor gue dikejutkan oleh SMS seorang temans soal temans lainnya. Isinya:

"Mel, tolong umumin dong di milis klo Ratih kakaknya Wulan nggak jadi nikah Sabtu besok karena calonnya meninggal...."

Reaksi pertama gue setelah baca jelas terkejut. Duh. Lalu sibuk meng-SMS balik dengan hati galau. Lalu melaksanakan permintaan Wiwi. Bayangin, pernikahan sedianya dilangsungkan tanggal 27 Oktober yang berarti dua hari dari sekarang. Dan beberapa minggu yang lalu pun secara nggak sengaja gue ketemu calon pengantin perempuan yang terdengar sangat bahagia dengan rencana-rencananya. Tapi Tuhan rupanya berkata lain.

Ratih, if you ever read this writing, I am really sorry for your lost

Wednesday, October 17, 2007

Joker

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Literature & Fiction
Author:Valiant Budi
Gue nggak terlalu hobi baca novel dalam negeri. Pengecualian buat novel-novelnya Icha Rahmanti yang memang cocok dengan selera gue. Tapi novel berjudul Joker ini berhasil mencuri perhatian gue –ditandai dengan habis dibaca dalam tempo beberapa jam saja.

Ada dua tokoh sentral di novel bikinan Valiant Budi ini.

Brama, 22 tahun, seorang penyiar di sebuah radio terkenal di kota Bandung. Pemuda baik-baik, berbakat, nggak neko-neko, punya adik perempuan yang sangat disayanginya. Dari SMA terobsesi dengan seorang perempuan bernama Mauri.

Alia, 22 tahun, penyiar juga di radio yang sama dengan Brama. Perempuan berhasrat seksual tinggi. Berkarakter penggoda, gaul, namun sangat kesepian. Penggemar pria-pria chubby.

Supaya nggak berisi spoiler, gue cuma bisa bilang novel ini bercerita soal perjuangan dua tokoh tersebut untuk meraih kebahagiannya. Buat Brama arti kebahagiaan tentu saja memiliki Mauri, sementara Alia menghabiskan sisa hidup dengan pria yang tepat untuk mengisi kekosongan di hatinya. Siapa yang sukses? Itu harus dibaca sampe bab terakhirnya.

Terus kenapa judulnya Joker? Kayaknya itu nggak terlepas dari tema novel ini. Yang pernah tahu novel-novel psikologis macam Sybil atau The Minds of Billy Milligan, nah, Joker pun bicara soal kepribadian ganda. Bedanya, kalau Sybil dan Billy kisah nyata, ini kisah rekaan alias fiksi.

Two thumbs up buat pengarangnya. Sesuai dengan deskripsi dirinya sendiri di sampul belakang novelnya: Valiant benar-benar dapat mengubah sesuatu yang absurb menjadi nyata. Ceritanya mengalir, lumayan lucu, dengan banyak idiom pe-radio-an yang membuat gue kangen dengan masa-masa masih aktif di radio kampus. Halah! Tapi yang paling brilian adalah ending-nya yang mengejutkan.

Biar di luar negeri tema kayak gini mungkin biasa, tapi di Indonesia kayaknya baru novel ini yang baik mengangkat tema yang di luar pakem sekarang - yang bicara cinta klise melulu. Oya, novel ini tidak recommended buat pembaca yang belum 17 tahun.

Hmm, mencari kekurangan, maka kekurangan novel ini cuma satu: kurang tebel hehehehe. Coba cerita soal Brama dan Alia ini dieksplor lebih dalam, dengan konflik yang lebih banyak, pasti bikin gue tambah gregetan. Anyway, meminjam idiom yang dipopulerkan Indi dan Indra, novel ini "bagoeess....".

Silaturahmi dan Idul Fitri

Ada banyak banget hal yang gue sukai saat menjelang Idul Fitri. Selain ibadah-ibadah kayak puasa wajib dan shalat tarawih, yang juga kerasa asyiknya adalah silaturahmi dengan orang-orang.

Kedengaran sepele sih, tapi buat banyak orang pastilah Ramadhan jadi bulan silaturahmi dengan keluarga dan temans yang paling mantap.

Momen silaturahmi yang umum adalah buka puasa bersama. Buat gue, momen tersebut jadi momen paling sempurna buat menjalin hubungan yang terputus karena kesibukan masing-masing. Buka puasa bareng juga bisa menjadi momen untuk mempererat silaturahmi yang udah terjalin baik selama ini. Dengan buka puasa bareng gue jadi kabar terbaru si A, rencana si B, sampe gosip tentang si C  

Istimewanya, ketika momen buka puasa bareng nggak sukses mempertemukan gue dengan orang-orang tersayang, Idul Fitri tetap punya cara untuk menjalin silaturahmi yang terputus. Caranya? Ya, lewat SMS.

Gue lupa dari kapan ya SMS jadi moda komunikasi yang paling gue (dan mungkin jutaan orang) senangi menjelang Idul Fitri. Padahal, dulu, andalan gue adalah kartu lebaran. Tapi sekarang kirim kartu lewat pos udah nggak praktis, kirim e-cards (kartu lebaran elektronik) juga sama – walau masih gue pake juga buat ngirim ucapan selamat ke temans yang tidak terjangkau lewat SMS atau temans/relasi yang nggak deket.

Anyway, back to SMS. Ada yang suka perhatiin nggak ada pengirim SMS yang suka menyertakan namanya di akhir ucapan Selamat Idul Fitri? Memang nggak semua orang begitu (mungkin karena yang dikirimi hanya yang dikenal aja), tapi ada banget temans yang ngirim SMS lebaran pake embel-embel, nggak cuma “gue”, tapi “gue dan dia” atau “gue, istri atau suami dan anak”.

Dan dari situlah gue tahu kabar terbaru teman-teman tersayang. Misalnya, gue jadi tahu nama putri kecilnya Adit (Rana), cewek terbarunya Ogie (Aline), calon istrinya Allpins (Tiny) sampe pangkat suaminya Alin (Letnan Satu Hendra). Idul Fitri memang momen paling menyenangkan sepanjang tahun.

So, biar telat, gue mau ngucapin selamat Idul Fitri 1428 H buat semuanya. Semoga ibadah di bulan Ramadhan bisa mengantarkan kita kembali ke fitrah. Dan semoga tahun depan masih ketemu Idul Fitri lagi. Amin

Monday, October 8, 2007

Disturbia

Rating:★★
Category:Movies
Genre: Mystery & Suspense
Tertarik nonton (untungnya di DVD doang) gara2 ada temans nonton film berjudul Disturbia ini sampe tiga kali. Eh, gue kok nonton sekali aja nggak selesai.

Bercerita tentang seorang remaja labil bernama Kale, yang harus menjalani tahanan rumah karena nonjok guru bahasa Spanyolnya di sekolah.

Terperangkap di rumahnya sendiri selama tiga bulan, Kale pun dipaksa untuk mencari kegiatan yang positif guna mengisi hari2nya. Tapi mulai dari main game, mantengin channel tv bokep sampe nge-net nggak sukses mengusir kebosannya (juga karena akses ke semua itu diblok sama ibunya :D).

Sampai akhirnya Kale menemukan aktivitas mengintip kegiatan para tetangganya lewat teropong sebagai pembunuh waktu yang menyenangkan. Dari awalnya ngintipin aktivitas cewek seksi yang baru pindah ke sebelah rumahnya, Kale menemukan bahwa nggak semua tetangganya seasyik Ashley --nama cewek seksi itu. Soalnya salah satunya adalah pembunuh berdarah dingin.

Ketidakpuasan pertama gue terhadap film yang kalo nggak salah sampe hari ini masih diputer di Blitz itu adalah karena plotnya. Bayangin, satu setengah jam pertama kita masih disuguhi oleh aktivitas mengintip Kale ke jendela kamar dan rumah Ashley. Boring!!

Baru setelah Kale mendapati bahwa salah satu tetangganya punya ciri2 pemangsa perempuan berambut merah yag lagi dicari2 polisi, plotnya agak naik sedikit. Tapi karena gue keburu il-feel yang ada "investigasi" Kale, Ronald (sahabatnya Kale), dan Ashley kebawa membosankan. Itu masih ditambah dengan "kejar2an" ala Hollywood sebagai puncaknya, yang ditandai dengan perkasanya itu pembunuh walaup udah dipukulin sampe dijatuhin dari lantai dua rumah! Di ujung kebosanan, gue pun memutuskan untuk berhenti nonton sebelum selesai.

Well... gue nggak pernah suka nonton horor, misteri, suspense dan sejenisnya dan film ini sama sekali nggak mengubah opini gue.

Thursday, October 4, 2007

Mulai Kehilangan

Akhir2 ini mulai kehilangan rasa untuk menulis. Entah di diary elektronik (baca: laptop) di rumah, di kantor, atau MP.

Kalaupun menulis pasti pendek2. Atau bikin kalimat2 pendek berima kayak puisi. Padahal kan gue paling parah kalo bikin puisi. Hmmm... padahal (lagi) dari dulu gue doyan banget menulis panjang. Rasanya nggak puas gitu kalo nulis pendek2.

Kenapa ya? Mungkin berkaitan dengan kerjaan gue sekarang yang lebih membutuhkan kejelian mata dibandingan sense untuk menulis. Mungkin juga karena kehidupan akhir2 ini yang soo flat kayak papan triplek. Atau bisa juga karena gue nggak melihat, mendengar, atau merasakan hal2 menarik akhir2 ini.
Tuh, kan, sekarang aja gue nggak tau lagi mo nulis apa. Kasian banget, dhee