Skip to main content

Kala Hati Terketuk Si Pemilik Senyum Manis Berkerudung Merah


Pengalaman sebagai petugas haji tahun 2023 adalah pengalaman yang tak terbayangkan sebelumnya. Bahkan, ketika saya sudah menyesuaikan ekspektasi dari pengalaman rekan-rekan petugas haji dari instansi saya sebelumnya, realita tahun ini sungguh sangat berbeda. Baik secara fisik maupun spiritual. Salah satu pengalaman spiritual yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya itu hadir dari pemilik senyum manis berkerudung merah.

Yang membedakan pengalaman dari tahun-tahun sebelumnya tentunya adalah tagline #HajiRamahLansia yang berlaku tahun ini. Tagline ini sudah jauh hari diberitahukan, sejak hari pertama bimbingan teknis yang saya ikuti secara hibrid: daring dan tatap-muka.

Sejak hari pertama menjejakkan kaki di Makkahpun, tagline itu menjadi tak sekedar teori melainkan praktik. Kata melayani saya terjemahkan menjadi siap menomorsatukan kepentingan lansia yang ditemui selama musim haji 1444 Hijriah.

50 hari di Arab Saudi, saya merasa mendapatkan 1.000 pengalaman berharga. Tidak hanya dari sesama petugas haji tapi juga dari jemaah haji. Salah satunya yang paling membuat saya paling terketuk hatinya adalah pertemuan dengan si pemilik senyum manis berkerudung merah.

Hari itu, saya meliput layanan lansia di sebuah hotel di sektor 1 Makkah. Di salah satu kamar di hotel tersebut ada 4 orang lansia tidur sekamar. Salah satunya bernama Ombah.

Mbah Ombah sudah tidak muda lagi. Itu terlihat jelas dari wajah dan perawakan nya. Waktu kami memasuki ruangan itu lansia yang berasal dari Kabupaten Bogor ini sedang mengobrol dengan teman-teman sekamarnya. Dari petugas layanan lansia kami mendapati bahwa perempuan berusia 85 tahun ini adalah lansia yang merawat lansia lain. Masya Allah!

Dalam wawancaranya, mbah Ombah bercerita soal kegiatannya setiap hari. Dia bersedia membantu apa saja, termasuk juga membantu membersihkan ompol teman lansianya. Sewaktu ditanya kenapa mbah Ombah mau begitu? “Karena dia (teman lansianya) nggak punya siapa-siapa.”

Di dalam benak ini terpikir, Mbah Ombah memberikan contoh mempraktikkan hadis Nabi Muhammad SAW dengan cara yang dia bisa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia orang mukmin, maka Allah akan menghilangkan kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa yang memberi kemudahan orang yang kesulitan (utang), maka Allah akan memberi kemudahan baginya di dunia dan akhirat."

Kala nenek dengan 15 anak ini bercerita, tak terasa mata ini basah dengan air mata. Ketulusan hatinya sangat terasa saat mbah Ombah menceritakan kegiatannya dengan memasang senyum di wajahnya. Manis sekali. Apalagi ditambah dengan kerudung merahnya, senyumnya menjadi tampak lebih menawan.

Mbah, senyumanmu mengingatkan saya dengan mbah putri yang telah wafat beberapa tahun silam. Senyumnya juga manis. Orangnya baik sekali. Dulu waktu jiwa dan raganya masih fit beliau sering menghibur dengan ceritanya. Walaupun jarak kami berjauhan antara Jakarta-Pontianak beliau tidak pernah absen mendoakan saya setiap suara kami bertaut di telepon.

Saya juga teringat dengan ibunda di rumah. Betapa dia sering bilang takut masa tuanya sendirian. Takut saat tua dia masih merepotkan anak-anaknya. Padahal anak-anaknya ada 3, namun ternyata kesunyian di masa tua sangat mungkin terjadi tiba-tiba. Lalu mungkinkah ada mbah Ombah buat ibunda saya? Di dalam hati saya berdoa agar hingga nanti saya menutup mata saya masih bisa merawat dan menemani ibunda. Agar dia tidak merasa sendirian.

Kepada mbah putriku, Sunarmi, saya persembahkan umrahku yang terakhir di perjalanan haji ini. Semoga jiwamu sedang tersenyum saat ini di sisi Allah SWT.

Terima kasih mbah Ombah untuk inspirasinya. Berharap mbah selalu sehat dan berada dalam hangat peluk keluarga setiap saat.

PS: Kata mama harusnya Nini Ombah, dong, bukan Mbah Ombah, kan orang Sunda. Hehe maafin saya, Ni. 

Comments

Popular posts from this blog

Batik Is All Around

Hari Jum'at ini nggak biasa bagi beberapa orang teman gue. Dan semua berhubungan dengan batik. Kemarin malam, seorang teman bela-belain minjem baju batik ke teman yang lain karena batik miliknya sobek. Padahal dari hari sebelumnya batik itu disiapkan untuk hari ini. Yang lain, berusaha matching dengan batik motif Pekalongannya dengan memakai boxer bercorak batik! (no kidding :p) Yang lain, ada yang pasang status YM "silahkan masuk, pengantennya di dalem". Alasannya nggak lain karena seisi ruangan seakan kompak berbatik rapi seperti orang mau kondangan :D. Tadi pagi, seseorang SMS gue dan mengingatkan "jangan lupa pakai batik ya hari ini." Ada banyak teman gue hari ini yang rela berbatik walau biasanya paling enggan berbaju rapi. Demi hari ini, banyak yang rela menanggalkan pakaian kebesarannya ke kantor (baca: jeans dan t-shirt). Ada apa sih? Nggak lain karena hari ini, 2 Oktober 2009, batik akan dikukuhkan sebagai warisan budaya asal Indonesia. Sebelumnya, Pres

Does Money Really Matters?

Pertanyaan ini pop-up di kepala gue setelah nonton film JIFFEST yang judulnya ‘machuca’… jadi ni film bercerita soal persahabatan dua pemuda berbeda kelas… si daniel (sebut saja begitu karena gue lupa namanya =D) yang anak pengusaha kaya dengan pedro machuca si miskin anak tukang cuci… karena bersetting di santiago, chili, sekitar tahun 1960-an film ini nampilin perbedaan kelas yang sangat ekstrem, bahkan partai politik pun berafiliasi dengan kelas.. klo pilih partai A berarti kaum borjuis (orang kaya-maksudnya) sementara kalo pilih partai B berarti pro orang miskin… dan anak2 12 tahun seumuran pedro dan daniel udah tau itu sejak usia dini… mereka sempat nyuekin (si daniel main bareng di tepi sungai perumahan kumuh sementara pedro nyoba sepeda dan sepatu keds merk adidas yang sangat langka punya daniel) tapi keadaan mengalahkan persahabatan mereka… adegan paling ngenes terjadi menjelang akhir film…. waktu daniel ngdatengin perumahan kumuh tempat pedro tinggal, kebetulan lagi ada