Skip to main content

Konser Itu: MUSE

Biar basi banget, tapi nggak sreg rasanya jika gue nggak menceritakan pengalaman menyaksikan konser paling asyik seumur-umur. Muse baru setahun belakangan menjadi band favorit gue, tapi gue beruntung karena sudah bisa menyaksikan konsernya di sini.

Tahun lalu, sewaktu lagi iseng mengisi bulletin board Friendster, gue pernah disodori satu pertanyaan: “konser musik apa yang mau kamu tonton dalam waktu dekat?”. Waktu itu gue jawab “Muse”. Itu bukan rencana karena gue baru mengharapkan tur keliling Asia Matt Bellamy cs di awal tahun 2007 menyertakan Jakarta di dalamnya.

Tapi, voila! Adrie Soebono memenuhi harapan gue. Bertempat di Istora Senayan, Jumat, (23/02/07), band yang baru dinobatkan sebagai best live act di Brit Awards 2006 itu beneran manggung di depan mata gue.

Sempat molor kurang lebih 45 menit dari jadwal awalnya yang pukul 20.00 –belakangan gue baca di Kompas itu adalah permintaan promotor dengan alasan Jakarta sedang hujan dan banyak penonton yang belum datang hhhh!-- Muse membuka konsernya dengan singel ternyar dari album terakhirnya, Black Holes and Revelations, Knights of Cydonia.

Lagu pembuka yang sangat tepat membangkitkan adrenalin ribuan penonton yang sudah bosan menunggu. Waktu dengar intronya gue sempat bilang ke Doni, “bener kan.” Soalnya sebelum konser gue dan dia sempat tebak-tebakan lagu apa yang bakal jadi tembang pembuka. Di albumnya, gue nggak begitu terkesan dengan lagu itu. Tapi ketika mereka main live, sensasinya beda banget!

“No one’s gonna take me alive, this time has come to make things right, you and I will fight for our right, you and I will fight to survive…!” Teriakan Matt disambung dengan raungan gitarnya yang bersahut-sahutan dengan dentuman drum Chris dan betotan bas Dom. Dan penonton yang berjejal di fesival pun berjingkrak-jingkrak. What a song to start a concert!

Setelah lagu yang menghentak Matt sempat berkata “selamat malam, Jakarta” “aku cinta padamu” and so on. Minim komunikasi. Tapi buat gue pribadi nggak jadi soal asal mereka selalu prima di sepanjang pertunjukan.

Selanjutnya Hysteria, Time is Running Out, Sing for Absolution dan Butterflies and Hurricanes sukses membangkitkan nostalgia gue terhadap musik yang membuat gue mencintai Muse pada awalnya.

Selain dari album teranyar dan Absolution, terus terang gue nggak paham lagu-lagu di album sebelumnya Muse. Apalagi gue nggak datang ke konser dengan persiapan matang karena kesibukan kerja. Alhasil, sewaktu Matt beberapa kali mendendangkan lagu-lagu dari album Showbiz dan Orgin of Symmetry, dalam hati gue merasa kesal. Damn! Kenapa baru sekarang gue dengar lagu-lagu bagus itu.

Tapi setelah mendengar tipe lagu-lagu album pertama dan kedua yang didendangkan Matt gue nggak begitu nyesel karena baru mengenal Muse pasca album ketiga, Di kuping gue, lagu-lagu di album sebelum Absolution terlalu mellow. Secara sound-pun nggak sekaya album ketiga apalagi terakhir. Hanya ada satu dua lagu “baru” yang nyantol di kepala. Salah satunya berjudul New Born. Entah dari album yang mana.

But Muse's called best live act for no reason. Ketika mereka sedang memainkan musik yang mellow, band asal Devon itu nggak berhenti membuat gue terkesima. Hanya dengan dentingan piano Matt, Muse sukses menghadirkan sensasi berada di galaksi yang lain. Apalagi lighting-nya mendukung.

And Matt was a godamn virtuoso! Permainan jari-jarinya di atas piano sama lincahnya dengan di atas senar delapan gitar yang dibawanya ke Jakarta malam itu. Waktu dia main gitar gue setengah mati kepengen bisa main gitar. Gitu juga waktu ngliat Dom main drum. No wonder they called themselves Muse –yang pengertiannya menurut kamus Oxford adalah a spirit that inspires creative artist.

Setelah sesi piano di pertengahan pertunjukan, Muse mengejutkan gue dengan Starlight yang fenomenal itu. Gue bilang mengejukan karena lagu itu dihadirkan Muse tepat setelah Matt menyingkir dari grand piano-nya. Padahal bagian paling keren, intronya, dimainkan dengan piano. Rupanya ada additional player yang bersiaga dengan keyboard di dekat Dom.

Seperti kalau gue mendengar di radio, lagu ini selalu sukses membuat gue bergoyang. Tepukan ritmis para penonton, lampu-lampu bulat yang berpendar-pendar bak bintang di latar, dan senandung Matt membuat Starlight makin melenakan.

“Hold you in my arm, I just wanted to hold you in my arm,” begitulah rayuan Matt paling manis sepanjang malam itu.

Selayaknya promosi album, konser Muse sebagian besar menyajikan lagu-lagu dari album terakhir. Selain Knights of Cydonia, Supermassive Black hole, Starlight, ada lagi Assasin, Map of Problematique dan Take a Bow, yang jadi tembang penutup, Sayang, dua lagu favorit gue di album tersebut, Invicible dan City of Delusion, nggak ditampilkan. Ah!

Anyway, terlepas dari itu, gue terbilang puas menghadiri konser tempo hari. Dan gue berjanji kalau mereka mampir lagi lain kali, gue pasti datang lagi dan dengan bekal contekan lirik yang lengkap ;-)

Comments

  1. latihan karaokean dulu aja mel, sebelum konser, hihihi. gak pengen pindah ke music section aja mel? ;p

    ReplyDelete
  2. maunya ke music section-nya rolling stone, ma, nggak mau kalo cuma di detik hehehe *ngarep.com.......

    ReplyDelete
  3. ya coba apply dong cuy...susah juga kan kalo gak apply..!!! eh ke BOLA aja cuy..kali aja disuruh gantiin eko widodo ;p

    ReplyDelete
  4. RS nggak buka2 lowongan neh, kalo BOLA sudah susah buat orang seumur gue ;-p.... eh tapi kalo sekedar buat masup tipi jalannya mah banyak, yangki, tungguin aja huehehehe.....

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Batik Is All Around

Hari Jum'at ini nggak biasa bagi beberapa orang teman gue. Dan semua berhubungan dengan batik. Kemarin malam, seorang teman bela-belain minjem baju batik ke teman yang lain karena batik miliknya sobek. Padahal dari hari sebelumnya batik itu disiapkan untuk hari ini. Yang lain, berusaha matching dengan batik motif Pekalongannya dengan memakai boxer bercorak batik! (no kidding :p) Yang lain, ada yang pasang status YM "silahkan masuk, pengantennya di dalem". Alasannya nggak lain karena seisi ruangan seakan kompak berbatik rapi seperti orang mau kondangan :D. Tadi pagi, seseorang SMS gue dan mengingatkan "jangan lupa pakai batik ya hari ini." Ada banyak teman gue hari ini yang rela berbatik walau biasanya paling enggan berbaju rapi. Demi hari ini, banyak yang rela menanggalkan pakaian kebesarannya ke kantor (baca: jeans dan t-shirt). Ada apa sih? Nggak lain karena hari ini, 2 Oktober 2009, batik akan dikukuhkan sebagai warisan budaya asal Indonesia. Sebelumnya, Pres

Does Money Really Matters?

Pertanyaan ini pop-up di kepala gue setelah nonton film JIFFEST yang judulnya ‘machuca’… jadi ni film bercerita soal persahabatan dua pemuda berbeda kelas… si daniel (sebut saja begitu karena gue lupa namanya =D) yang anak pengusaha kaya dengan pedro machuca si miskin anak tukang cuci… karena bersetting di santiago, chili, sekitar tahun 1960-an film ini nampilin perbedaan kelas yang sangat ekstrem, bahkan partai politik pun berafiliasi dengan kelas.. klo pilih partai A berarti kaum borjuis (orang kaya-maksudnya) sementara kalo pilih partai B berarti pro orang miskin… dan anak2 12 tahun seumuran pedro dan daniel udah tau itu sejak usia dini… mereka sempat nyuekin (si daniel main bareng di tepi sungai perumahan kumuh sementara pedro nyoba sepeda dan sepatu keds merk adidas yang sangat langka punya daniel) tapi keadaan mengalahkan persahabatan mereka… adegan paling ngenes terjadi menjelang akhir film…. waktu daniel ngdatengin perumahan kumuh tempat pedro tinggal, kebetulan lagi ada

Kala Hati Terketuk Si Pemilik Senyum Manis Berkerudung Merah

Pengalaman sebagai petugas haji tahun 2023 adalah pengalaman yang tak terbayangkan sebelumnya. Bahkan, ketika saya sudah menyesuaikan ekspektasi dari pengalaman rekan-rekan petugas haji dari instansi saya sebelumnya, realita tahun ini sungguh sangat berbeda. Baik secara fisik maupun spiritual. Salah satu pengalaman spiritual yang tidak pernah saya rasakan sebelumnya itu hadir dari pemilik senyum manis berkerudung merah. Yang membedakan pengalaman dari tahun-tahun sebelumnya tentunya adalah tagline #HajiRamahLansia yang berlaku tahun ini. Tagline ini sudah jauh hari diberitahukan, sejak hari pertama bimbingan teknis yang saya ikuti secara hibrid: daring dan tatap-muka. Sejak hari pertama menjejakkan kaki di Makkahpun, tagline itu menjadi tak sekedar teori melainkan praktik. Kata melayani saya terjemahkan menjadi siap menomorsatukan kepentingan lansia yang ditemui selama musim haji 1444 Hijriah. 50 hari di Arab Saudi, saya merasa mendapatkan 1.000 pengalaman berharga. Tidak hanya dari se