Search This Blog

Sunday, March 14, 2010

Demi Semangkuk Bubur

Empat minggu terakhir ini gue lagi mood berolahraga. Ringan2 aja sih. Seperti lari (mungkin lebih banyak jalannya :p) beberapa kilometer di lingkungan rumah.

Nah, salah satu tujuan lari gue adalah sebuah kompleks yang kalau hari Minggu gini menggelar pasar kaget. Ya, kayak di Senayan gitu deh. Selain olahraga dan cuci mata, gue juga doyan makan bubur ayam yang dijual salah satu lapak dagangan di sana.

Bubur ayam P, sebut aja begitu, termasuk dagangan paling laris manis. Pokoknya sepanjang pagi itu, tu bubur gag pernah sepi antrian. Selain karena emang murah dan lumayan enak (dibandingin lapak lain yang ada di sana), mungkin juga karena bude dan pakde yang jualan lumayan kooperatif orangnya. Walau pembelinya banyak maunya (gag pake ini itu, yang ini sedikit aja, yang itu dipisah, dst) dan demen serobotan!

Ngomongin serobotan, hari ini gue mendapatkan pengalaman menyebalkan nih. Jadi seperti biasa abis lari pagi itu gue mesen satu mangkuk bubur. Yang diminta gag aneh2, cuman nggak pake kacang aja. Gue tunggu semenit, bude yang nglayanin tampak lumayan kerepotan. Maklum hari ini dia cuma berdua doang sama pakde. Ya udah gue sabar. Nungguin dia ngepakin pesanan bawa dan pesanan di tempat.

Lima menit, gue mulai agak jutek. Maklum, sepanjang lima menit itu, silih berganti orang nyerobot. Ada yang mesan bawa pulang, ada yang nagih, ada yang mo bayar. Riweuh! Di tengah keriweuhan, eeeh, muncul seorang nenek yang bikin gue tambah senewen.

So, dia baru aja selesai makan bubur bareng anak cucunya, trus setelah habis porsinya dengan seenaknya minta dibuatkan dua porsi untuk dibawa pulang dengan nada nggak sabaran. "Saya pesan 2 buat dibawa pulang, buruan ya".

Bah, kenal kata ngantri gag sih ini nenek-nenek? Si bude dan pakde tampak nyuekin dia pada awalnya, tapi karena dia terus2an ngomel dengan menekankan bahwa dia udah makan di tempat udah bayar yang dia makan, pesenannya dibikinin juga (yang artinya dia kembali melewatkan gue dan beberapa orang yang sebelumnya ngantri juga).

Alis gue tambah berkerut ketika dia kembali menyerobot seorang cewek ABG yang mesen tiga porsi dari tadi. Waktu bude ngambil plastik penampung (yang gue yakin buat pesanan ABG) dengan seenaknya dia ngerebut plastik itu dan masukin pesanannya. Trus nyodorin uangnya buat bayar. Ckckck, gue sama si bude ampe liat2an, lho.

Kayaknya baru kali ini gue ngrasa nggak respek sama orang tua. Dan mungkin karena usia, nggak ada yang berani negur nenek penyerobot. Termasuk gue yang cuma bisa ngeluh dalam hati. Untungnya ABG yang diserobot itu nggak senewen dan keliatan biasa aja. Beberapa anak muda yang belum mendapatkan pesanannya juga keliatan lumayan sabar. Gue? karena berkali2 diserobot akhirnya gue pun nggak sabaran. Yang penting bubur gue nyampe di tangan. Udah laper, tau!

But, toh pada waktu bayar gue kembali mengikuti prosedur dengan sabar (baca: antri). Sementara pakde dan bude yang ulet itu masih berjuang dengan dagangan dan pembelinya. Semuanya demi semangkuk bubur.

No comments:

Post a Comment