Skip to main content

Posts

Jealousy

Oh how wrong can you be? Oh to fall in love Was my very first mistake How was I to know I was far too much in love too see? Oh jealousy look at me now Jealousy you got me somehow You gave me no warning Took me by surprise Jealousy you led me on You couldn’t lose you couldn’t fail You had suspicion on my trail How how how all my jealousy I wasn’t man enough to let you hurt my pride Now I’m only left with my own jealousy Oh how strong can you be With matters of the heart? Life is much too short To while away with tears If only you could see Just what you do to me Oh jealousy you tripped me up Jealousy you brought me down You bring me sorrow you cause me pain Jealousy when will you let go? Gotta hold of my possessive mind Turned me into a jealous guy How how how all my jealousy I wasn’t mad enough to let you hurt my pride Now I’m only left with my own jealousy But now it matters not If I should live or die ‘Cause I’m only left with my own jealousy  

Poligami

Poligami lagi topik yang hangat banget akhir2 ini. Gara2nya dai kondang yang jadi panutan banyak orang (Aa Gym) memutuskan untuk beristri lagi. Ibu2 pada dongkol, sementara bapak2 kegirangan. Konon, ibu Ani Yudhoyono sampai kelimpungan dan nyuruh suaminya untuk merevisi UU Pernikahan dengan memasukkan (atau merevisi?) pasal soal poligami. Emang segitu menakutkannya poligami? Buat yang sudah berkeluarga, apalagi para istri, mungkin begitu. Buktinya gak sedikit perceraian yang terjadi gara-gara istri gak mau diduain. Kalau nggak percaya tanya saja Dewi Yull, penyanyi tempo dulu itu. Kalau gue? sikap gue tergambar dari obrolan dengan sohib gue di YM: Gue: eh udah liat istri aa gym yang baru? Iyang: udah Iyang : cakep ya Gue : iya Gue: pantesan aa gym kesengsem Iyang: hahhahah Gue: emak gue yang ngomel2 gitu tiap nonton beritanya Gue: ibu2 pasti pada resah tu Iyang: heeh Iyang: ada nyang nangis Iyang: kalo gw seh ya biar aja lah Iyang: kan aa juga manusia Gue:

Tentang Game

Game alias permainan buat sebagian orang adalah candu. Kalau dah nyoba, apalagi sampai penasaran, yang ada mau nyoba dan nyoba lagi. Kalau udah menang — namanya permainan pasti ada menang dan kalah –rasanya selangit banget. Gue sendiri jauh lebih menyukai baca, dengar musik, atau nonton bioskop daripada main game. Tapi pernah juga sekali dua kali sampe ketagihan meski gak sampe kronis. Game pertama yang gue inget bikin gue ketagihan adalah game ‘Super Mario Bros’ di Nintendo (kalau anak-anak jaman sekarang udah memasuki era PS3, sampe sekarang gue cuma pernah main Nintendo pas jaman jadul banget. Jadi kebayang kan betapa ketinggalannya gue dalam hal per-game-an?!) Anyway, tahu dong Mario Bros ? Baik di serial maupun di game-nya kartun itu punya tokoh utama bernama Mario. Dia digambarkan bertubuh pendek, bulat, berkumis, dan demen pake jumpsuit merah plus topi warna senada. Ceritanya dia berprofesi sebagai tukang ledeng. Si Mario itu punya kakak namanya Luigi. Dia juga tukang lede

From Sequel to Prequel

Pernah nonton Starwars episode 1? Atau Batman Begins? Atau, yang teranyar, Casino Royale? Apa persamaan dari ketiganya? Yup, mereka sama-sama berbentuk prequel. Entah apa definsi yang tepat untuk menjelaskan istilah itu tapi kalau dalam bahasa gue artinya kira-kira awal dari cerita. Dulu, orang mungkin lebih familiar dengan sequel alias lanjutan. Contohnya ada Scream (1 sampai 3) atau I Know What You Did Last Summer. Sequel intinya melanjutkan yang terjadi di film pertama. Tapi semenjak Starwars Eps 1 keluar entah kenapa banyak banget film-film prequal yang ‘tiba-tiba’ aja luncur. Sebelum Casino Royale yang gue tonton hari Sabtu kemarin bersama Tim Malam Minggu, setidaknya ada Batman Begins yang juga mengaku sebagai prequel. Dan setelah nonton Casino Royale, gue harus bilang kalau prequel ternyata bukan cuma film yang dibuat2 supaya ada, tapi emang penting untuk ada. Gue bukan penggemar film-film James Bond. Meski begitu gue familiar betul dengan image Bond selama ini. Tapi beg

3 Reasons

Gue bukan movie buff, tapi kalau yang main adalah aktor favorit, gue pasti berusaha untuk nonton filmnya. Dari banyak aktor yang ada di dunia ini ada tiga orang yang membuat gue rela mengeluarkan effort buat nonton film mereka. Tiga orang yang jadi alasan gue suka nonton film adalah Keanu Reeves, Tom Hanks, dan Nicholas Cage. ‘Perkenalan’ gue dengan Keanu terjadi tahun 1990-an. Waktu itu namanya baru booming gara-gara film Speed yang kesohor itu. Kalau dihitung-hitung mungkin ada lebih lima kali gue nonton Speed. Tapi tiap kali habis nonton, gue nggak pernah bosen dengan Keanu. Gentlemen yang ganteng dan gagah itu pun jadi sosok cowok ideal yang gue impi-impikan hadir di kehidupan nyata. Saking sukanya sama Keanu dulu gue bahkan doyan mengkliping segala hal soal dirinya. Puncaknya, waktu Mas Yoyok ke Australia gue dapet oleh-oleh majalah-semi-biografi Keanu yang bercerita soal dia dari masih kecil sampai sukses gara-gara Speed. Oleh-oleh yang istimewa itu masih gue simpen dengan ba

Being a Gentleman: Is it Hard?

Kata tokoh Adam di film 'Blast from The Past', gentlemen adalah ‘orang-orang yang mampu membuat orang di sekitarnya nyaman’, Adam di film tersebut me-refer pernyataannya untuk seorang tokoh gay di film tersebut. Jadi, meski gay, ia pantas disebut gentlemen karena sikapnya yang begitu menyenangkan Di kehidupan nyata, apalagi di Jakarta, cukup sulit menemukan gentlemen seperti definisi Adam. Contoh gampangnya kalau kita naik kendaraan umum saja. Nggak jarang di kendaraan umum gue ngliat betapa banyak banget orang (laki-laki, anak muda) yang sulit sekali memberikan tempat duduk untuk orang tua, ibu hamil, perempuan bawa anak, atau golongan lain yang semestinya dapat duduk. Tapi di suatu pagi gue menemukan seorang gentlemen dalam diri seorang ibu paruh baya. Kopaja yang biasa gue tumpangi dari Cilandak ke kantor pagi itu cukup padat, but I’m lucky to find a gentlemen that offered me a seat. Beberapa meter kemudian si gentlemen itu kemudian dapat tempat duduk lagi, dan ia duduk,