Skip to main content

Posts

Taurus dengan Aquarius, Cocok Nggak?

Dari about.com dan zodiacs4u.com Perbedaan: Taurus: konvensional, memuja keteraturan, merencanakan sesuatu secara bertahap Aquarius: senang inovasi, berubah-ubah, selalu keluar dengan ide yang besar Persamaan: Taurus didominasi unsur tanah, sementara Aquarius didominasi unsur air. Unsur dominan tanpa campuran membuat keduanya sama-sama sulit digoyahkan pendapatnya  Tips sukses hubungan: Taurus tidak menyukai sifat Aquarius yang berubah-ubah. Namun sifat Aquarius yang rileks, dapat membantu Taurus untuk lebih menikmati hidup. Sebaliknya, Taurus dapat mengajari Aquarius bagaimana hidup secara teratur. Both signs have to put in a lot of effort to adjust . Namun jika keduanya bisa fleksible menghadapi perbedaan yang terbentang, hubungan bisa berhasil. Kata orang, opposite attract . Believe it?

Gue Nggak Bisa Nawar

Kata orang, perempuan dianugerahi bakat alami yang disebut MENAWAR. Bahkan kata teman (perempuan), beli barang nggak nawar rasanya seperti makan sayur nggak pake garam. Membeli barang dengan harga hasil nawar juga katanya memiliki kepuasan tersendiri jika dibandingkan dengan beli harga pas. Nggak percaya? Tanya aja ke toko sebelah :-D. Sayangnya nggak semua perempuan dianugerahi bakat tersebut. Contohnya gue. Gue adalah perempuan yang nggak bisa nawar! Jadi malam itu gue iseng cuci mata di sebuah mall yang banyak menjual barang grosir. Setelah melihat-lihat beberapa toko, gue memutuskan mampir ke satu toko yang sedang lumayan ramai pengunjungnya. Eh, ada atasan lucu nih. Nanyalah gue harganya berapa. Berikut secuplik percakapannya: Gue:  Berapa nih, mbak?  Mbak E: 125 ribu. Boleh ditawar Gue: Hmm... (yang kepikiran "ikuti pakem menawar yang baku, tawar 50% persen. Tapi barang sebagus ini nggak mungkin dilepas 70 ribu. Naikin dikit deh" *mikirnya kepanjangan ya).  Gue

Singkawang yang Berkesan

Saya, ibu, Tiwi, Dwi dan pak supir Arifin menempuh perjalanan kurang lebih tiga jam dari Pontianak menuju Singkawang, Jumat (2/7/2010). Setibanya di rumah pakde di Gg Melur dan leyeh-leyeh sejenak, kami pun beranjak ke Rindu Alam, kawasan wisata alam yang baru beberapa tahun belakangan dibuka.  (ki-ka) mas Wawan, pakde, bude, ibu, saya (depan) Tiwi di depan rumah pakde  Perjalanan ke Rindu Alam sebetulnya tidak lebih dari setengah jam dari pusat kota, namun pakde dan bude mengajak kami mampir sejenak untuk makan siang di restoran Pondok Dangau. Nuansa resto keluarga dan makanan Indonesia yang ditawarkan sangat lumayan. Sepertinya salah satu resto favorit di kota Singkawang, nih. Selepas sholat Jum'at, kami melanjutkan perjalanan ke Rindu Alam. Wah, daerah pegunungan yang terdiri dari Gunung Kota, Besar dan Gunung Lapis yang dahulu tidak tersentuh kini sudah dirambah menjadi kawasan wisata. Rindu Alam mengingatkan gue dengan puncak, dengan jalan curam dan berkelok-keloknya.

Cerita Pulang Kampung

Saya sudah lupa terakhir kali menjejakkan kaki di tanah kelahiran saya, Pontianak. Mungkin sudah lebih dari 20 tahun. Nggak heran saya cukup terkejut melihat banyak sekali perubahan yang telah terjadi. Saya dan ibu tiba di bandar udara Supadio, Rabu (1/7/2010), sekitar pukul 07.30 WIB. Kami dijemput oom Gugus dan si sepupu kecil tapi gendut, Tiwi. Sambil ngobrol di dalam mobil, saya minta diantarkan ke warung makan untuk sarapan. Oom pun mengantar ke warung makan langganannya yang menjual empal gentong khas Cirebon (yeah, sarapan di Pontianak ala Cirebon) di Pasar Seruni. Empal gentong dan lontongnya lumayan, apalagi untuk sekedar mengganjal perut. Apalagi ditambah segelas es lidah buaya hasil nyomot pesanan ibu (nasib sedang flu). Yum! Setelah sarapan dan menaruh tas dan koper di rumah oom, saya mengajak sepupu yang saya temui di rumah eyang, Dwi, untuk jalan-jalan. Memang rasanya badan ini enggan melewatkan hari libur hanya di rumah oom. Tumben, ibuku tertarik untuk ikut ngiderin

Beri Gue Spoilers

Kalau merhatiin aktivitas mp-ers di multiply akhir-akhir ini, banyak deh judul yang menyertakan kata (benda, ya?) spoiler. Maklum, buku ketujuh Harry Potter yang memang buanyak sekali penggemarnya baru Sabtu lalu dilempar ke pasar. Tapi ini bukan mau ngomongin Harpot, tapi soal spoiler dan no-spoiler. Dulu, gue bingung dengan maksud kata itu. Apalagi kalau ada kalimat: Warning! contain spoilers! Emang ada apa dengan spoiler? Setelah membaca-baca banyak review orang, akhirnya taulah gue binatang apa itu spoiler. Ternyata banyak orang yang sebel bin keki kalau membaca review yang di dalemnya ada unsur membocorkan cerita. Tapi kalau gue sih nggak termasuk, karena gue malah selalu menantikan spoiler2 itu! Iya, kalau baca buku kadang sering gue langsung baca bab terakhir supaya tahu saja akhir ceritanya kayak apa. Kalau nonton film, gue hampir selalu baca review-nya dulu (yang ada spoilers-nya lebih baik) atau kalau enggak tanya sama yang udah nonton film yang mau gue tonton. Pokok

I'm On a High

Hehe, gara2 mbaca salah satu posting di sini jadi kepikiran buat tulisan ini. Mungkin nggak banyak orang yang tahu bahwa gue orang yang takut akan ketinggian. Nggak sampe phobia memang, tapi bisa aja pusing kalau melihat sesuatu dari atas ketinggian, misalnya saja, lantai 6 dari pusat perbelanjaan di bilangan Jakarta Selatan hehe. Herannya, walau agak takut ketinggian, gue nggak anti naik sesuatu yang bersifat nanjak, ndaki, tinggi. Beberapa list yang cukup mengesankan buat gue, ya: -  Bukit Bendera, Pulau Penang. Di sini pertama kalinya gue ngrasain yang namanya Sky Train. Ditambah itu salah satu landmark yang paling mengesankan di Penang, jadi tentu saja jadi pengalaman yang tidak terlupakan. - Bianglala, Dunia Fantasi. Sebut gue norak, but naik bianglala termasuk pengalaman paling tak terlupakan dalam hidup gue hehe. Maklum baru pertama kali *malu. Bersama sahabat, wuzz wuzz gitu anginnya, setelah kami berbasah-basahan di wahana arung jeram. Mangstap! - Singapore Flyer, Singapore.

Demi Semangkuk Bubur

Empat minggu terakhir ini gue lagi mood berolahraga. Ringan2 aja sih. Seperti lari (mungkin lebih banyak jalannya :p) beberapa kilometer di lingkungan rumah. Nah, salah satu tujuan lari gue adalah sebuah kompleks yang kalau hari Minggu gini menggelar pasar kaget. Ya, kayak di Senayan gitu deh. Selain olahraga dan cuci mata, gue juga doyan makan bubur ayam yang dijual salah satu lapak dagangan di sana. Bubur ayam P, sebut aja begitu, termasuk dagangan paling laris manis. Pokoknya sepanjang pagi itu, tu bubur gag pernah sepi antrian. Selain karena emang murah dan lumayan enak (dibandingin lapak lain yang ada di sana), mungkin juga karena bude dan pakde yang jualan lumayan kooperatif orangnya. Walau pembelinya banyak maunya (gag pake ini itu, yang ini sedikit aja, yang itu dipisah, dst) dan demen serobotan! Ngomongin serobotan, hari ini gue mendapatkan pengalaman menyebalkan nih. Jadi seperti biasa abis lari pagi itu gue mesen satu mangkuk bubur. Yang diminta gag aneh2, cuman nggak pake k